Apa yang Anda
lakukan ketika Anda merasa bosan waktu kecil? Rasanya tidak sabar untuk pulang
sekolah dan bertemu teman-teman. Pergi ke lapangan sambil membawa bola sepak
atau bertemu dengan barbie tercinta
di rumah. Apa pun macamnya, semuanya itu merujuk pada satu hal. Ya, apalagi
kalau bukan bermain. Setiap orang memiliki masa kecil yang berbeda dan
memainkan permainan yang berbeda, namun mereka melakukan hal yang menyenangkan
ini dengan cara mereka sendiri.
Olinda mengunyah
nasi putih yang ia santap bersama tumis sawi hijau yang dibuatnya. Ia
mengerutkan dahinya, mengingat kembali masa kecilnya. “Waktu saya umur 15
tahun, saya sering main congklak,” kata perempuan yang berusia 55 tahun ini.
Congklak yang ia maksud bukan dari plastik atau kayu yang ada di zaman
sekarang. “Kita buat sendiri dari tanah. Buat lubang terus main pakai batu
kecil.” Waktu ia kecil, ia bermain dengan Sudit, Nuisa, Abusta dan Susepa,
teman-temannya.
Olinda |
“Dulu, kita juga
sering main bombakeru.” Bombakeru adalah sejenis permainan “ular
naga” di mana anak-anak berbaris panjang menyerupai tubuh naga yang panjang dan
dengan diiringi lagu, mereka berjalan dan berputar sampai lagu habis. Kemudian,
dua anak yang berhadapan untuk membuat terowongan “si naga” bisa menangkap
salah satu anak. Bedanya istilah ini populer di daerah Timor Leste. Di masa
kecil perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu, boneka sudah
ada, namun jarang sekali. Hanya toko milik warga Tionghoa yang menyediakan, itu
pun sangat sedikit dan mahal. “Mending buat makan duitnya,” tuturnya.
Lain halnya
dengan pengalaman Hironimus Alo Bua. Laki-laki yang biasa disapa Roni ini,
bermain bola pada masa kecilnya. “Paling asik. Kalau hujan lanjut terus,”
katanya sambil tertawa. Sambil mengelus seekor anjing chihuahua hitam berkepala coklat di garasi berlantai putih, ia mulai
memikirkan nama teman-teman yang biasa ia ajak main. “Ada Tomas, Niko, sama
Sondy.” Kalau sudah sore, mereka berempat pasti langsung pergi ke lapangan
kosong dekat sekolah. “Kadang main bola.Pernah bukannya nendang bola malah
nendang batu,” sambil menunjukkan kuku kelingking kaki kirinya yang hilang.
“Atau nggak,
kita biasa main Santo,” lanjut
laki-laki yang berkulit sawo matang dan menggunakan baju garis-garis biru itu.
Permainan Santo dalam istilah Toraja
adalah permainan melempar batu dengan kaki menuju batu-batu yang sudah ditumpuk
di belakang sebuah garis. “Kadang orang tua suka ngomel, soalnya kerjaan belum
beres tapi udah kabur main.”
Benny Surya yang
bekerja sebagai salah satu pegawai supplier
makanan tentara, di sebuah perusahaan swasta , juga sering kena marah oleh
orang tuanya karena kebanyakan main. “Gara-gara main layangan sampai malam.”
Ditanya mengenai permainan favorit, bapak dengan tiga orang anak ini menjawab
sepak bola adalah permainan yang paling seru. “Saking serunya, sampai
bela-belain bangun pagi buat main bola di jalan raya.” Ia membetulkan kacamata lis hitamnya. “Tapi, cuman pas sahur di bulan puasa, jadi jalanan sepi.”
Kalau anak
perempuan di daerahnya waktu itu, mereka senang bermain samse dan bekel. Samse
adalah permainan di mana anak perempuan biasanya mengumpulkan bunga, kemudian
diikat dan mereka akan melemparnya dengan kaki secara beregu, berharap bunga
tidak jatuh. “Mami, juga pernah main bekel,” kata ibu saya, Celia Vide.
Perempuan berambut pendek ini langsung pergi mengambil batu-batu di depan rumah
dan membawanya ke kamarnya. Ia mengenggam delapan batu coklat dan melempar satu
batu ke atas. Matanya tetap menuju batu yang berada di udara dan menyebarkan
sisa batu yang ada di tangan kanannya itu. “Nih yah, lihat.” Perempuan yang
memiliki tato berbentuk bunga di kakinya, melemparkan batu yang sudah ia
tangkap sebelumnya, dan mengambil satu batu yang tadinya sudah disebar. “Begitu
terus sampai habis, lanjutnya ambil dua-dua.” Permainan ini biasanya dimainkan
dengan menggunakan bola bulat kecil yang biasa disebut bola bekel. “Kalau di
zaman Mami, belom ada bolanya. Jadi, mainnya kayak gini.”
Carlos Denizio bermain dengan PSP birunya |
Namun, permainan
tradisional sangat jarang dimainkan oleh Carlos Denizio yang masih duduk di
kelas lima SD Pahoa, Gading Serpong ini. “Jarang banget. Temenku yang perempuan
juga nggak main. Paling petak umpet,” katanya yang mengenakan kaus kutang
berwarna putih dan celana merah. Pengaruh teknologi permainan yang ada dan juga
pengaruh dari teman-temannya sangat dirasakan Deniz. “Kalau kita main petak
umpet nih ya, pasti ada yang bilang “Jadul! Jadul!” gitu,” ujarnya sambil
memegang Playstation Portable-nya
yang berwarna biru, atau yang lebih dikenal sebagai PSP.
“Main Playstation yang paling asik. Soalnya
seru, ada tokohnya. Bisa jalan lagi,” ujar laki-laki yang juga lebih memilih
bermain dengan iPad dan game online. Walaupun begitu, menurutnya
bermain dengan teman-teman yang “ada” lebih seru dibandingkan bermain lewat
internet. Hal serupa juga disampaikan oleh Jose Vide. “Walaupun udah ada video game waktu itu, tapi saya lebih
memilih bermain bola di lapangan bersama teman-teman,” kata laki-laki yang
berusia 25 tahun itu.
Jika
dibandingkan dengan teknologi permainan sekarang, Benny lebih memilih permainan
yang ia mainkan dulu. “Lebih asik rame-rame. Udah gitu mainan pun kita buat
sendiri. Kalau sekarang, banyakan anak-anak main, tapi sendirian aja di kamar.”
Ia pernah membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali dan ia mainkan bersama
teman-teman SD-nya.
Roni yang pernah
memainkan playstation sebelumnya juga
tetap memilih bermain sepak bola di lapangan dengan keringat mengucur. “Biasa
aja. ‘Rasa’-nya beda aja,” katanya sambil mengangkat kedua bahunya. Untuk Lissa
Christie yang sedang duduk di kelas tiga SMA Tarakanita, Gading Serpong,
bermain dengan menggunakan “mesin” dan bermain dengan barbie kesayangannya memiliki daya tarik masing-masing.
Bagi perempuan
berambut ombak panjang ini, bermain dengan playstation
seru karena adanya grafis, gambar yang ditampilkan lewat televisi. Hal itu
yang membuat playstation menarik
menurutnya. Walaupun boneka Barbie
yang ia koleksi, sudah banyak disumbangkan, namun terkadang jika mengingatnya
kembali, ada perasaan menyesal dan rindu akan boneka yang berbentuk manusia itu.
“Gue dulu lebih sering main sendiri di rumah sama Barbie gue. Jadi, kangen aja kalau ingat lagi.”
Apa pun
permainan yang dimainkan dan apa pun benda yang digunakan, mereka semua tertawa
dan tersenyum menceritakan kembali masa kecilnya. Mau dari manapun mereka
berasal, dan dari era manapun mereka, bermain masuk ke dalam kenangan mereka
dan hal tersebut tidak tergantikan. Jadi, bagaimana dengan Anda?
Zerica Estefania Surya/11140110026
Zerica Estefania Surya/11140110026