Sabtu, 27 Oktober 2012

Malu Jadi Orang Indonesia?



Like dan kasih komentar guys..Thank You...;D

Senin, 15 Oktober 2012

10 Air Mata : Bab I



“Hoahmmm,” aku mulai menguap karena pidato kepala sekolah yang mulai membuatku ngantuk. “Hush, Anya jangan gitu donk, baru 15 menit ju…oahmmm.” Aku pun langsung menengok sahabat dari SD ku itu, Regina.
“Geblek-geblek…lain kali kalo mau negur gue mikir-mikir dulu, jeng,” kataku sambil tersenyum. Sebenernya aku pun sudah tidak tahan untuk tertawa melihat kelakuan si Regina. “Bukan gitu, gimana pun juga, kita harus menghormati yang lebih tua,” katanya sok bijak.
“Idih, geli banget. Lo masih bisa ngomong kayak gitu setelah apa yang telah lo lakukan. Ckckckck.”
“Jangan gitu. Gini-gini kita udah jadi anak SMP loh! Gak berasa ya?”
Aku pun menatap langit yang cerah. Ya, pada hari ini aku resmi menjadi anak SMP, tidak lagi menggunakan rok merah, rasanya enam tahun pun tak terasa lama. Seribu tahun aja gak lama kan? Hehe. Dan aku berharap bisa mendapat pengalaman yang indah di sini. Tiba-tiba suara tepuk tangan terdengar, tanda berakhirnya pidato kepala sekolah kami.                                                                             ***
“Wah, Anya kita sekelas lho! Asik ya! Kita akan memulai kisah kita bersama di tempat yang baru.”
“Berarti tahun ini pun adalah tahun sial gue. Lo tau, gue sangat berjuang keras bisa lulus ujian sekolah, coba tahun kemaren lo gak sekelas gue, gue pasti merem aja lulus dah,” kataku sambil nyengir kuda. Aku suka sekali menjahili sahabatku yang satu ini.
“Liat ntar bakal nyesel lo ngomong gitu, lo pasti bakal berterima kasih sama gue di kemudian hari nanti.”
“Apa yang perlu gue sesali? Gue udah sekelas lo satu tahun kok.” Regina pun mulai cemberut karena tidak bisa membalas ucapanku.
“Yaelah, gitu aja ngambek. Yuk, ke kelas. Gue duduk sama lo deh.” Regina akhirnya setuju walaupun aku masih bisa melihat senyum kecut di wajahnya.
***
“Alice. Bernard. Cindy.” Bu Clara wali kelas kami sedang mengabsen para murid. Banyak anak baru dari sekolah lain yang tidak kukenal. Aku berharap bisa bergaul dengan mereka semua nantinya.
“Eh, Reg, gak ada yang ganteng nih.”
“Gile lo, belum apa-apa udah ngeliat cowok aja. Aduh apa sih pentingnya cowok-cowok. Mereka tuh nothing.”
“Yah, namanya juga kaum hawa. Daripada gue ngleiatin cewek lebih serem kan? Jangan ngomong gitu, ntar juga pada akhirnya lo bakal punya cowok. Yah, kecuali…”, aku pun mulai memandangnya dengan pandangan risih.
“Gak lah ya! Gila apa lo! Gue normal kali! Cuman menurut gue cowok tuh ga penting. Kalau pun nantinya gue punya cowok, dia tuh pasti cuman mainan. Prinsip gue boys are toys.”
“Zefanya.” Aku pun mengangkat tanganku mendengar namaku dipanggil. Entah kenapa aku tidak membalas Regina. Toh, itu haknya dia punya pendapat seperti apa.
“Mulai besok kalian akan duduk sesuai denah yang telah ibu buat.”
“Yah, ibu…” Terdengar teriakan kekecewaan anak-anak. Yah, maklum lah namanya juga bekas anak SD.
“Dan jangan lupa membawa buku sesuai jadwal yang sudah dibagikan. Itu saja dari saya, silahkan istirahat. Selamat siang”
“Se…la….mat si…ang…,bu….” SD nya keliatan banget. Aku pun mengeluarkan bekal dan mulai makan. Kalau perut sudah memanggil, makanan seperti apa pun pasti membawa berkah.
“Oh ya, Aunyaa…nauntih kitha jualan-juulan yuk?” Terkadang ada rasa juga ingin mengakhiri persahabatan dengan orang ini. Tapi bagaimanapun juga dia selalu baik terhadapku.
“Telen dulu baru ngomong, Reg.”
“Nanti kita jalan-jalan yuk? Gue pengen liat-liat kelas lain”
“Iye, gampang. Makan dulu aja.”
“Eh, ada Anya sama Regina. Kita sekelas ya.” Aku menengok menuju arah suara itu dan ternyata itu suara Jenny. Aku mengenalnya. Dia dulu satu SD denganku dan Regina.
“Iya nih Jen. Lo gak makan?”
“Gue mau minta denah sama si Bu Clara bareng Sasha, lo berdua mau ikut gak?” Aku melirik sedikit ke  arah Sasha. Dulu di SD, kata temen-temen sih dia anaknya centil-centil gitu. Tapi aku tak pernah sekelas dengannya. Jadi, aku tidak tahu apa cerita itu benar atau tidak.
“Ayuo, kitah temuenin, Anyua.”, kata Regina sambil mengunyah makanannya. Aku pun menengok dengan pasrah. Aku memang teman yang baik sepertinya. Kalau tidak mungkin aku tidak akan mau mendekati Regina lagi.
                                       ***
“Gedung sekolah kita gede juga ya.” Mulailah tur wisata kami. “Tapi jauh juga ya mau ke ruang guru. Pake acara lewat kelas kakak senior lagi,” tambah Sasha lagi yang dari tadi mengomentari.
“Sedih juga ya, belom apa-apa udah jadi ketua kelas, Jen.”
“Ya nih, Anya. Gue mulu dah. Kayak gak ada orang lain aja. Lo gitu kek sekali-kali.”
“Aduh, gue  mah gak jadi pengurus kelas aja dipanggil guru mulu. Ada aja buat majalah lah, buat ngurusin ini itulah.”
“Woo, narsis nih ceritanya”
“Yah, abis kenyataan sih. Ngapain coba gue boong. Gue ude kayak anak emasnya para guru.” Dan bisa dibayangkan bagaimana reaksi Jenny yang sudah mengenalku yang narsis ini dari lama.
“Bercanda, Jen. Gue males aja. Paling entar gue mau coba ikut OSIS aja, biar makin eksis.” Jenny, Sasha dan Regina mulai menggerutu akibat kenarsisanku yang makin jadi. Kami semua pun akhirnya tertawa. Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang tidak sengaja menabrak Regina yang berada di paling pinggir.
“Aduh sori, gue buru-buru nih.” Dan ternyata itu adalah Alan.
“Sialan lo kontet!” Tentu saja melihat watak dan kepribadian Regina, murkalah cewek ini.
“Ih, Regina lo jahat banget sih,” kata Sasha.
“Biarin aja emang dia kontet kok!”
“Dia sekelas kita kan? Gue tadi ngliat dia di depan pas upacara.”, kataku.
“Oh ya? Tapi dia emang kecil ya. Lucu,” tambah Jenny.
“Sekelas? Khu… khu… khu… abis dia entar sama gue di kelas,” kata Regina dengan semangat. Yah, aku hanya bisa berharap si Alan nggak makin kontet aja abis ketemu Regina nanti.
                                       ***
Aku berbaring di kamarku dan seketika mataku terlelap. Sampai pada akhirnya suara pintu membangunkanku.
“Kak! Bantuin gue bikin peer donk.” Ternyata itu suara Liana, adik perempuanku.
“Bikin sendirilah, lo kan pinter. Bisalah. Gue ngantuk nih.” Ketika aku mengatakan dia pintar, itu berarti dia memang pintar. Dan pintar di sini bukanlah pintar layaknya orang biasa. Liana adalah tipe anak yang belajar dengan 30 menit dan semuanya sudah terekam di otaknya. Mengerikan memang, tapi itulah kenyataannya.
“Planet apa yang paling besar?” Belum sempat aku menjawab pertanyaanya dia sudah berkata ‘Jupiter’ sambil menepuk dahinya.
“Kalau planet merah?”
“Venus,” jawabku ngasal.
“Bukannya Mars ya? Mars ah.”
“Lah itu tahu, kenapa tanya coba.” Aku mulai kesal. Maklum aja waktu beauty sleep ku jadi berkurang. Hehe.
“Masa nanya aja gak boleh sih. Sekalian mempererat hubungan kakak adik kita,” katanya sambil nyengir kuda.
“Oh ya, tadi ada telpon kayaknya buat lo. Cuman gue belom sempet nanya namanya dia udeh tutup telpon. Cewek sih.” Regina mungkin ya? Tapi ngapain juga dia nelpon? Niat banget. Ah… Ya sudahlah.

------------------------------------------------------------------------------------------------------
 © Zerica Estefania Surya. Novel 10 Air Mata dibuat untuk tugas mata kuliah creative writing

Audisi "Lupus"

Baru-baru ini gw baru aja ikut audisi buat film Lupus yang diselenggarakan Komando Pictures. Awalnya gw liat di iklan mengenai adanya audisi besar-besaran itu. Gw pun coba ikut karena iseng dan juga kebetulan kaarakter yang diminta sesuai. Gw pun dengan pede bilang ke bokap dan nyokap gw. Gw juga yakin dengan ekspresi mereka ketika gw kasih tau mengenai gw mau audisi. Bokap gw kaget campur dengan cool, sedangkan nyokap gw cuman nyengir gak jelas. Well, yang penting gw dapet izinlah.

Gw pun dengan Om Roni pergi ke kantor Komando yang ada di Tebet buat ambil formulir.. Sampai di sana sekitar jam 10 an. Gw pun langsung tanya satpam dan dia kasih tunjuk arahnya. Gw sempet ngobrol sama seorang ibu yang sedang nunggu suaminya buat sekalian syuting. Sampai jam 11, akhirnya ada satu orang yang bilang bahwa orang yang memegang formulir sedang dalam perjalanan karena kantornya libur setiap weekend. Hanya ada petugas piket aja. Gw liat banyak yg liatin gw dengan tatapan sedih. Ada juga yg suruh gw pulang dulu. Iya kali gw balik ke Tangerang terus ke Tebet lagi. Bisa digantung bokap gw nanti. Sampai jam 12 gw menunggu, ternyata ada yang bilang si pemegang formulir sedang kecebak macet. Malah waktu itu gw gak bawa headset lagi. Akhirnya, gw cuman liatin kucing yg lagi jalan aja saking gak ada kerjaannya.

Tiba-tiba ada orang yang kayaknya asik banget, lagi ngobrol bareng orang" dari Komando. Cowo, kulitnya sawo matang, dan kepalanya botak. Ia juga sempet salaman sama gw dan hal itu malah makin buat gw bingung. Setelah dia pergi, barulah gw sadar ternyata orang tersebut adalah salah satu pemain di Pesbukers yang biasanya disiram bedak.Alamak. Sambil masih menunggu, gak lama kemudian ada pasangan suami sitri yg pengen daftarin anaknya juga dan mau ambil formulir. Yah, lumayanlah ada temen ngobrol. Pasangan itu curhat tentang masalah hal-hal yang harus dibawa sampai novel Lupus sendiri. Tiba-tiba, satu orang penjaga keluar dari kantor dan bilang bahwa sebenernya formulirnya tertumpuk, jadi gak kelihatan. Saat denger hal itu, gw cuman membatin diri dan berkata "Ambil aku, Tuhan!!!" saking betenya. Gw pun mulai menulis formulir dan kasih persyaratannya. Yang lucu pasangan ortu sebelah gw malah minta hari audisinya dipindahin karna anaknya mau UTS. Mang yang audisi cuman anaknya doang kali yah. Ada" aja.

Setelah masalah formulir selesai, gw pun ikut audisi tanggal 11 Oktober yang berlangsung di Mal Casablanca. Waktu nyampe di sana, gw cengo setengah mati karena Mal Casablanca termasuk mal elit. Jadi, gw yang datang dengan memakai seragam SMA cuman menatap. Gw juga sempetin ke WC-nya yang sumpah keren abis. Tapi, karena mal elit jadi mungkin sepi pengunjung. Gw pun langsung ke tempat audisi buat daftar ulang. Setelah daftar ulang, gw lihat bayak banget yang pake seragam SMA sama kayak gw. Tiba-tiba ada cowok yg menghampiri gw dan gak ada angin atau debu, dia langsung minta nomor HP gw. Iya kali mas, gw kasih...cape deh. Akhirnya gw pindah buat sekalian duduk di dalam. Audisinya beda sama kota lainnya kayaknya, di situ modelnya ruang terbuka. Gw pun berkenalan dengan Dimas yang ternyata tinggal di Kelapa Dua. Sumpah dunia sempit abis! Gw juga kenalan sama  Gilang dan Ade.

Gw agak bingung juga dengan audisinya karena banyak yang diminta nari, modelling dan nyanyi. Gw juga gak ngerti sih. Denger" dari Gilang, kita harus punya konsep buat peranin sesuatu di depan. Karena gw audisi sebagai Lulu, gw akhirnya udah punya bayangan. Gw pun akhirnya menunggu bareng Ade dan Dimas. Tapi, karena gw termasuk nomor 50 ke bawah, yah jadi habis istirahat baru lanjut audisi lagi. Gw, Ade sama Dimas akhirnya mulai cari makan dan ketemu sama Riki, Fakri dan Indra. Walaupun yang akhirnya ikut makan cuman Riki sama Fakri. Awal pertama kali, lihat Fakri, gw kira anaknya kalem gimana gitu yah, ternyata gw salah besar. Aslinya juga cacat, gak beda jauh sama Riki juga yang gw kira kayaknya dewasa gimana gitu walaupun emang dia juga udah semester 5. Hahahah. Agak sedih juga sih sama Dimas, yang emang bener"pure anak SMA. Ade juga udah kuliah ambil perhotelan. Entah kenapa kita udah jadi akrab aja. Aneh tapi nyata.

Audisi pun kembali dimulai dan ternyata yang maju langsung tiga orang! Aduh, otomatis gw harus bikin konsep bareng sebelah gw. Malah orangnya awalnya gak ada, terus tiba" dateng di detik" terakhir. Aduh, murka abis. Terus malah panitianya marah sama kita. Ampun deh. Belum yang tambah bikin gw keki adalah anak-anak yang dateng dari PH. Sumpah, bisa main nyelonong aja dan langsung dipasang-pasang bareng kita". Gw agak kasihan juga sama sebelah gw, soalna anak-anak PH-nya yg gw denger dia gak ngeri cerita Lupus. Sabar deh. Gw pun akhirnya bareng Ade dan satu cowo maju. Gw berperan jadi Lulu, Ade jadi Poppy dan si cowo itu jadi Lupus. Di akhir audisi, ternyata gw dicatet sama jurinya. Tapi jadinya malah gak jelas. Jadi, gw masuk apa gak? Gw nanya sama MC, eh malah di suruh turun. Mending baik gitu yah suruh turunnya. Eh, temen" gw malah selametin gw karna gw dicatet. Jadi, menurut mereka gw bisa maen kalo ditelpon sama Komando. Nggak deh makasih. Gw uda punya firasat kalo bisa ditelpon tuh 1: 1000, udah gitu gw yakin yg masuk bakal orang" dari manajemen. Ternyata firasat gw bener. Setelah gw pulang, Gilang cerita kalo yg masuk rata" dari manajemen. Kadang gw kasihan juga sama orang" yang emang niat dari awal.Yah, kalo gw sih gak terlalu pusingin sih, yang penting eksis dulu lah...di handphone.


Dimas, Fakri, Indra, Riki, Gw, Ade
Hati-hati lho, karena gw yakin salah satu di antara orang yang masuk dalam foto ini akan menjadi aktor atau aktris yang sukses, Eh! Bahkan semuanya....(termasuk yang fotoin..Hahahah)

PS: Thanks buat Tito yang udah mau foto kita semua! Hehe...

Hau Nian Doben, Timor Lorosae

Akhirnya selama 14 tahun meninggalkan kampung halaman, gw akhirnya pergi juga ke Timor Leste, di mana gw lahir. Gw pindah ke Indonesia waktu umur 4 tahun, so gw udah gak inget apa-apa kecuali cuaca yang panas. Gw pun berangkat bersama nyokap gw karena kebetulan nyokap juga pengen nyelesain administrasi rumah. Bokap 'n kedua ade gw gak ikut soalnya udah masuk kerja 'n sekolah.

Perjalanan dari Indonesia ke Timor kira" 4 jam dengan transit di Bali. Kebetulan gw duduk deket jendela jadi gw bisa lihat-lihat pemandangan. Waktu perjalanan ke Timor, gw bisa lihat perubahan pulau yang tadinya berwarna hijau menjadi warna coklat. Timor Leste kayaknya negara yang panas banget nih. Detik-detik gw turun dari pesawat juga bikin gw deg"an. Yah, mungkin karena pertama kali. Hahahah. Waktu gw turun, gw bisa ngerasain panas dan teriknya matahari. Bujud! Panas bener. Cuman lo bisa ngerasain angin di situ, beda sama Tangerang. Hedeh...

Hal mengagetkan pertama kali ketika gw udah berada di mobil bersama Om Leo, Om Ze dan Tante Dulce adalah jarak dar airport ke rumah Om Leo yang sangat dekat. Dan herannya lagi bukan karena rumahnya yg deket, tp emang ke mana" deket. Buset dah..hahahaha. Sampai di rumah Om Leo, gw bertemu dengan semua anaknya. Ada Uga, Jenny, Riri sama Aze.

Uga, Riri dan Jenny










Tapi ternyata gak hanya ada mereka aja yang ada di dalam rumah Om Leo. Masih ada Tante Paya, Om Denis, Valde, Telu dan Julio. Lebih ga nyangka lagi gw lebih tua daripada mereka-mereka. Hmmm... Selama kira" sminggu di sana banyak banget pengalaman yang gw dapet. Hari pertama karena udah capek akhirnya gw istirahat dan lo tau perbedaan waktu di Timor sama Tangerang tuh beda 2 jam. Jadi, gw berasa banget 2 jam gw di Timor rasanya ilang begitu aja. Abis cepet banget coba...hahahaha. Keesokan harinya gw inget banget sarapan roti Timor, bedeh rotinya beda banget tapi enak. Apalagi kalo masih dari pabrik, ampun deh gak cukup satu!! Ada juga sasoro atau bubur yang beda banget sama Indonesia punya. Gw pun mulai melirik-lirik kota kelahiran gw itu. Di sebelah rumah Om Leo persis adalah rumah gw waktu itu tinggal.


Rumah Gw

Hari yang panas juga menemani gw jalan-jalan di sekitar rumah. Tapi, walaupun panas, ada anginnya juga coy! Semriwing gimana gitu...hahahah. Soalnya Timor tuh deket banget sama gunung dan gunungnya kliatan jelas banget dari kota Dili. Enaknya rumah Om Leo sangat dekat dengan pasar dan juga mall. Bedanya di Timor hanya ada satu mall namanya Timor Plaza. Jujur sih kalo menurut gw isinya jauh dengan Indonesia. Jelas Indonesia lebih berkembang daripada Timor Leste. Selain itu yang bikin gw keki di sana harganya mahal gila coy pake dolar soalna. Hahahaha. Kalo buat biaya hidup tetep enakkan di Indonesia sih. Tapi yang bikin gw terkesima di sana adalah pantainya. Hedeh... Pantai di Timor Leste berasa lo ke pulau mana gitu. Mantep banget! Rasanya fresh banget dan lo pasti betah deh di situ!

 

Itu baru namanya pantai! GILA! Jauh banget sama Carita ama Anyer...Well, kira-kira begitulah. Rasanya udah lama gak liburan ke pantai, mulai lagi jadi anak kecil yang ngumpulin kerang, maen air ampe puas. Gw masih inget banget rasanya nginjakkin kaki di pasir yang hangat itu...(malah jadi puitis) Lo bisa lihat rumput laut 'n friends di dalam pantai. Apalagi anginnya, hedeh...sepoi-sepoi. Udah gitu, gw masih inget waktu ke pantai, ada yang buat party di pantai. Ini pertama kali gw lihat ada public party. Hahahaha. Setelah dari pantai akhirnya kita kembali ke rumah naik taksi. Taksi di sana beda banget sama taksi yang ada di Indo. Selain mahalnya biaya taksi, well...taksinya sendiri pun gak terurus sepertinya. Tapi enaknya dia gak pake tarif argo kayak di Indo.Di sepanjang pantai lo juga bisa lihat" orang-orang pada ngumpul sembari bakar-bakar ikan juga. Mantap...

Yang bikin gw kaget lagi, ternyata di sana banyak banget orang Cina, Filipina, Indonesia. Orang-orang inilah yang berjualan di sana. Gw sempet jalan" ke toko" buat belanja keperluan acara baptis Uga. Gw juga inget sempet mampir ke pabrik roti dan di sana kita bisa beli roti yang fresh from the oven. Rasanya gimana gitu. Momen yang paling gw gak bisa lupain adalah ketika gw pergi plaza. Saat mau masuk supermarket-nya entah kenapa gw gak merasa asing dengan lagunya. Suaranya waktu itu kecil banget, hampir nyaris gak kedengeran. Gw pun akhirnya coba pasang kuping. And guess what? Lagu yang diputer adalah lagu "I Like You The Best" punya BEAST!!!! Gw langsung shock! Gw ampe mikir lagi gw lagi gak di salah tempat. Ternyata ke mana pun aku pergi, BEAST memang selalu menyertai. Hahahaha...

Akhirnya, baptisan Uga pun berlangsung di gereja Motael, gereja tempat gw dulu juga dibaptis dan juga tempay bokap 'n nyokap gw nikah. Selesai pembaptisan, tadinya ada rencana mau pergi ke Christo Rei. Apa itu? Christo Rei adalah sebuah patung Yesus yang berukuran besar. Selain di Timor Leste, ada juga di Portugal dan Brazil. Tapi, karena hari udah malem, yah akhirnya gak jadi. Esok harinya pun ada pesta dan gw diharuskan berdansa padahal gw gak bisa. Udah gitu gw baru pertama kali liat orang mabuk di pesta buat Uga itu. Lucu juga ternyata. Hahaha...

Gw juga sempet ke Liquica, tempat di mana Tante Ana punya restoran. Kita pun diundang buat lihat. Sepanjang perjalanan, yang bisa lo lihat adalah pantai dengan laut yang berwarna biru. Anginnya mantap banget dan di sana juga ada tempat pembuatan garam. Sesampainya di tempat Tante Ana, gw pun terpakau dengan restorannya yang sangat dekat dengan pantai.


Kita pun makan di sana. Tante Ana jual pizza sama suaminya. Pizza-nya juga lumayan untuk disantap. Di hari terakhir, saat-saat gw udah mau balik ke Indonesia. Gw mulai foto-foto orang-orang yang belum sempet gw foto.

Om Denis


Valde, Uga, Julio
Telu, Uga, Julio
Aze 
Momen" gw udah mau naik pesawat jadi agak sedih juga. Om Leo dan Tante Dulce udah baik banget mau kasih kita tempat buat nginep. Gw inget banget waktu gw di duduk di samping jendela, gw mulai mikir kembali momen" gw main sama Uga, main Black Jack bareng Valde, Riri, Telu sama Jenny dengan hukuman dipoles bedak kalo kalah. Duduk" di bawah pohon rindang di depan rumah Om Leo, main bareng Eiten, anjingnya Om Leo. Well, I'll be back for sure....soon.