Rabu, 27 Februari 2013

"Kwaheri The Vulture" (Tugas Penulisan Feature)



Kwaheriiii tha volcha!!” Laki-laki berkulit gelap itu berseru dengan suara lantang. Mungkin kita tidak mengerti apa maksud dari perkataan laki-laki, yang menggunakan baju berwarna hijau dan penutup kepala hitam itu. Namun, tidak demikian dengan para warga Kenya yang tergabung dalam Ballot Revolution. Ya, ia tidak sendirian. Sambil membawa banyak peti mati berwarna hitam dengan tulisan “Burry The Vulture With Your Vote” di atasnya, para warga dari salah satu negara di Afrika Timur itu berjalan menuju gedung parlemen. Mereka bernyanyi,  mengangkat bendera kecil yang berwarna dominan hijau, merah dan hitam itu, menyiratkan keinginan adanya keadilan terhadap negara mereka. Seorang anak kecil juga terlihat ikut berjalan sambil membawa pesan yang bertuliskan “LEADERS MUST PAY TAXES” berwarna merah. Mereka terus berjalan, bersiul dan meneriakkan aspirasi mereka.
Boniface Mwangi, seorang jurnalis foto asal Kenya adalah sosok yang berada di balik Ballot Revolution ini. Laki-laki yang berkulit gelap ini beserta rekan-rekannya mencoba untuk menyampaikan aspirasi mereka lewat graffiti atau street art. “Kenya adalah salah satu negara yang terindah di dunia, tetapi orang Kenya sendiri adalah pengecut,” katanya dalam perjalanan menuju Central Nairobi dengan menggunakan mobil.
“Kami banyak mengeluh mengenai korupsi, kebebasan hukum, pengambilan tanah secara paksa, tetapi kami tidak berbuat apa-apa”, lanjutnya. Hal inilah yang menyebabkan ia dan teman-temannya untuk keluar dari zona aman dan mengungkap kebenaran.
Pukul sepuluh malam sesampainya di sana, mereka menyiapkan lampu, menyalakan layar proyektor dan menampilkan beberapa gambar. Mereka selain Boniface,  menggunakan piloks untuk menggambar outline sesuai dengan gambar yang dikeluarkan proyektor. Para anggota parlemen disimbolkan dengan seekor burung bangkai yang duduk di sebuah kursi layaknya raja, yang tangan kanannya dirantai dengan koper yang berisikan uang dan tangan kirinya memegang cangkir yang mengeluarkan asap. Senyum licik tergambar di wajah burung berparuh besar itu dan di sebelah kiri kepalanya persis ditulis pemikirannya dengan huruf kapital. “Am a tribal leader. They loot, rape, burn, and kill in my defence. I steal their taxes, grab land, but the idiots will still vote for me”.
“Inti dari ide ini untuk membangun kembali pemikiran masyarakat khususnya, anak muda,” kata Uhuru, salah satu seniman graffiti. Mereka semua berhasil melakukan aksi ini tanpa mendapatkan perhatian dari polisi. Boniface yang malam itu menggunakan topi rajut putih, kemeja garis-garis berwarna hijau lumut dipadu dengan jaket hitam, meloncat  kegirangan sambil tersenyum lebar melihat gambar-gambar yang telah diselesaikan teman-temannya.
“Kau tahu, aku akan datang besok pagi sekitar jam sepuluh untuk melihat hasilnya,” katanya.
“Semua orang akan bangun dan melihat karya seni ini menghantam mereka tepat di wajah mereka,” kata Bankslave, salah satu seniman graffiti lainnya. Langit gelap yang menandakan malam akhirnya berubah menjadi terang kembali. Pukul tujuh pagi keesokan harinya, aktivitas kembali seperti biasa. Mobil-mobil putih berlalu-lalang di jalan, seorang laki-laki berbaju kotak-kotak dengan celana panjang menarik tabung-tabung berwarna kuning yang sudah diikat pada sebuah besi beroda. Namun, hari itu banyak orang yang berhenti untuk menatap hasil karya yang telah dibuat Boniface dengan teman-temannya, malam sebelumnya. Ada yang menatap kebingungan, ada juga yang tertawa.
“Tetapi, orang idiot itu tetap memilihku. Kita adalah orang idiot itu,” respon salah satu laki-laki sambil tertawa. Seminggu kemudian, apa yang dilakukan Boniface dan teman-temannya menjadi berita nasional dan polisi pun berusaha mencari pelakunya. Beberapa politisi bahkan sempat mendatangi laki-laki yang tinggal di Nairobi ini untuk mengajaknya bekerja sama, dan mau memberikannya uang, namun hal itu ditolak olehnya. Ancaman pun muncul, beberapa hari setelahnya, ia dipanggil oleh polisi. Laki-laki yang sudah memiliki anak ini, mengumpulkan teman-temannya lewat online untuk datang ke kantor polisi. Tidak lama kemudian, ia pun bebas.
Pada Desember,2007, Pihak oposisi yang merasa jabatan presiden direbut oleh Mwai Kibaki mengakibatkan terjadinya kekerasan etnis. Antar masyarakat saling melempar batu, korban berjatuhan, rumah-rumah dibakar. Seorang wanita berbaju biru muda hanya bisa menangis, meratapi apa yang terjadi. 1.100 orang terbunuh dan sampai 600.00 orang terlantar akibat kekerasan itu. Boniface yang waktu itu meliput akhirnya membuat sebuah pameran foto di jalanan atau yang ia sebut Picha Mtaani.
Banyak orang yang melihat hasil karyanya, bahkan di antara orang tersebut ada seorang laki-laki dengan tangan buntung dan menggunakan kemeja berwarna abu-abu, melihat “telapak tangannya” yang masih memegang sebuah sabit kecil dari besi di atas sebuah batu dan sempat diabadikan oleh sang fotografer. Ada yang terkejut, ada yang menangis mengingat masa lalu yang kelam itu. Di kota Naivasha, Boniface terpaksa menghentikan pamerannya karena adanya orang yang tidak senang dengan apa yang dilakukannya. Hal itulah yang membuat Boniface dan teman-temannya memikirkan kejutan terakhir yaitu peti mati.
“We want justice, now! Now! Now!” Kalimat itu terus diulang-ulang oleh para massa sampai di gedung parlemen. “Thieves! Thieves!” Teriak laki-laki bertubuh besar dengan kaos putih, tepat di depan pagar hitam gedung parlemen. Massa pun tidak terkontrol. Banyak orang berteriak bahkan ada yang melempar peti mati hitam itu ke dalam gedung parlemen. Melihat hal itu, Boniface pun akhirnya turun tangan mengambil alih perhatian mereka.
“Kita akan meninggalkan semua peti mati di depan pagar. Tidak perlu ada kekerasan. Kita akan memperbaikinya dengan hak suara kita.”
“Kita bukan orang kasar dan kita ingin kedamaian dalam Ballot Revolution ini,”lanjutnya lagi. Semua orang mendengarkannya dan mulai menaruh semua peti mati di depan pagar tersebut. Mereka menyusunnya secara vertikal agar tulisan yang ada di atas peti terlihat, ingin suara mereka di dengar.
“Kita datang dengan damai, maka kita juga pulang dengan damai,” kata Boniface yang hari itu menggunakan baju berwarna hitam. Pemilihan umum selanjutnya akan diadakan pada tahun 2013 dan laki-laki dengan rambut tipis itu sadar bahwa apa yang ia lakukan mungkin  sia-sia, tetapi ia tidak ingin kehilangan harapan dan ia tahu doanya akan terjawab cepat atau lambat. Ia sangat berharap sifat dari “burung bangkai” itu hilang. Itulah sebabnya mereka menulis “Bury the Vulture” atau dalam bahasa Swahili, “Kwaheri the vulture”.
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------
Tugas Penulisan Feature dari video Kenya Rising, Zerica Estefania Surya

Sabtu, 23 Februari 2013

Robotaki Rocks!

Well, like all you guys know, my favourite boyband is BEAST from Korea. I really love this guys, their appearance, their song, their moves. For me, these guys are a whole package. But, it's not BEAST that I will talk about. I know you all who read this like music no matter what the genre are and I just want to ask you guys a question. Do u ever think about a different styles or version of songs that you like? Shortly, I just wanna say about remix song. Recently, I just found out a good remix from BEAST song. The beat is really nice and just wanna make you dance. So, for me, the remix works and awesome. I like K-Pop so, I just wanna give you some remixes from this guy called Robotaki.


This is a Genie remix with Lady Gaga-Paparazzi and Britney Spears-Toxic.


This is the remix of  Run Devil Run by Girls Generation


This is the remix of Wedding Dress by TaeYang

A lot of the remix is from Girls Generation song and I have to say I'm not really addictive to GG songs but two of them become my favourite... Thanks to him.


It's the remix of visual dream
It's the remix of The Boys

 And now for my favourites of all time...
Bad Girl-Beast


 Shock-Beast

Robotaki, thank you for making such a great remix. I don't know how that beats come out. I think you really nailed it! You just make my body moves...Hahaha...Well done! Oh yeah, and of course I can't wait for your next remixes.

PS: Please make the full version of shock! Subscribe him on YouTube guys, just type Robotaki if you want to see more of his works!

Jumat, 22 Februari 2013

Kampung Betawi Uhuyy!!

Untuk ujian akhir mata kuliah komunikasi antar budaya gw, gw dapet tugas buat pergi ke suatu komunitas budaya. Gw pun akhirnya memilih kampung betawi. Gw pergi bareng bokap 'n nyokap gw, nggak lupa ditemani dua temen gw yg heboh, Krisma dan Cinthya. Kita semua berangkat dari jam enam pagi biar gak macet. Gw pergi ke daerah kampung Betawi Setu Babakan di daerah Depok. Dalem perjalanan pastinya jadi banyak ngobrol. soalnya gw, Cinthya, sama Krisma udah temenan dari SMA bahkan kalo buat Krisma gw udah temenan dari TK. Ditambah lagi, kita semua gak ada yg sekelas di mata kuliah apapun, udah deh, kayak reuni.

Well, akhirnya kita semua pun sampai dan mulai rekam" yang ada di depan mata. Jujur menurut gw, kampung Betawinya keren banget. Emang Kampung Setu Babakan udah dijadiin sebagai tempat wisata juga. Pergi ke sana rasanya kayak balik lagi ke masa kecil. Banyak jajanan yg ada waktu gw kecil, belum mainannya. Tapi, yg paling gak bakal gw lewatin ketika sampai di sana adalah....SOTO BETAWI! Apalagi gw udah lama juga gak makan soto Betawi. Beh...udah kudu wajib hukumnya buat makan. Yah, tapi pastinya kita cari bahan dulu buat tugas. Kita bertiga sempet masuk ke tempat acara pementasan. Kalau di pagi hari hanya ada latihan pencak silat. Gw pun mulai keliling-keliling sambil terkesima gara" ngeliat arsitektur bangunan Betawi. Di siang hari ada pertunjukan Lenong tapi, sayangya gw gak sempet nonton. Kita bertiga mulai bingung siapa yang harus diwawancara soalnya humasnya belum dateng. Akhirnya kita mulai wawancara warga sekitar ternyata dari orang yg kita wawancara ada yang jadi mantan pengurus kampung Betawi. Ciah..kadang keberuntungan gak pernah ada yg tahu. Gw juga dapet pin dari komunitas Onthel Setu Babakan. Ada gambar ondel-ondel di pin itu. Saat itu cerah, jadi asik buat jalan-jalan.

Kita bertiga akhirnya mulai jalan-jalan sampai akhirnya satu insiden terjadi. Sendal ceper Cinthya putus. Bisa dibayangkan teman gw yg satu ini langsung panik gak karuan. Gw pun akhirnya menjadi korban buat nemenin dia nyari warung yang jual sendal. Awalnya, kami berdua bahkan mencoba meminta sendal bekas dari pemilik-pemilik rumah dan yang ternyata gak ada. Untungnya deket rumah-rumah Betawi, ada kios yang menjual sendal. Gw cuman bisa ketawa ketika pilihan sendalnya warna oren dan warna hijau ngejreng. Cinthya pribdai juga mungkin bingung dengan pilihannya. Akhirnya, dia milih yang berwarna hijau.

Setelah itu, kita bertiga pun wawancara Bu Irma, humas dari Kampung Betawi. Pertanyaan yang kita tanyakan berhubungan dengan komunikasi suku Betawi. Secara verbal, pastinya orang Jakarta udah gak asing lagi dengan kata-kata gue, lo, balikkin, dan lain-lain. Ternyata akhiran -in itu berasal dari bahasa Beatwi lho! Percaya atau nggak juga, bahasa Betawi populer banget di kalangan anak muda dari daerah mana aja. Banyak orang yang merasa menggunakan bahasa Betawi adalah bahasa gaul karena Jakarta sendiri adalah ibukota negara. Malah sampai ada riset yang bilang bahasa Betawi kemungkinan bisa menjadi bahasa "sekunder" Indonesia. Mantap gak tuh!

Setelah selesai wawancara, kita juga sempet menyaksikan latihan pencak silat dan latihan tari tradisional. Gw sangat merekomendasikan banget ke kalian yang suka jalan-jalan untuk mengunjungi Kampung Betawi yang satu ini. Perut yang lapar buat gw langsung ingin menyambar soto Betawi yang sudah gw idamkan. Akhirnya, gw, Krisma dan ortu gw makan soto Betawi. Cinthya cobain kerak telor dan yang ternyata juga enak kok. Sepanjang jalan kalian bisa lihat banyak jajanan Betawi. Roti buaya yang menjadi simbol dalam pernikahan Betawi juga bisa kalian temukan.

Gw sempet nanya sama tukang soto Betawi yang gw lupa namanya (Maaf ya, Pak). Dia berasal dari Bogor dan selama dia jualan di daerah itu, tidak pernah ada masalah dengan orang-orang Betawi. Mereka saling menghargai satu sama lain. Tentu aja hal kayak gini harus bisa dicontoh banyak orang. Well, kalau misal kalian jalan-jalan, sempetin yah ke Kampung yang satu ini :D

Tugas Foto Jurnalistik

Hmmm, kalo dipikir-pikir sekarang tugas foto jurnalistik gw sebenernya malah memberi nilai plus buat gw. Awalnya gw dapet tugas ke Senayan buat wawancara atlit. Rasanya udah bete aja denger dosen gw bilang kalo Senayan cuman ramai di hari Sabtu sama Minggu doang. BAYANGKAN!! Gw dikasih tahu hari Jumat, besoknya gw tugas gereja. The only choice cuman hari Minggu. Akhirnya, nasib gw yang blom bisa bawa mobil ini hanya bisa berharap jawaban iya dari ortu gw agar gw bisa dianter ampe Senayan. Bokap 'n nyokap gw setuju karena sekalian liat pameran. Tiba" ada kabar menggagetkan, karena bokap gw ketua RT alhasil dia harus rapat buat acara pilkada. Oh no...Bokap gw janji bakal tetep anterin gw apapun yang terjadi. Kalo diinget lagi jadi terharu, itukah rasa cinta seorang ayah terhadap anaknya? Hiks...

Jam 1 siang akhirnya gw berangkat dan jalanan juga sepi untungnya. Sampai di Senayan jujur gw bingung mulai dari mana. Bokap gw akhirnya parkir di deket lapangan bola buat pemain Timnas. Gw mulai cari" siapa yang bakal bisa gw wawancara. Well, lo gak bisa berharap bakal ada Bambang Pamungkas nangkring atau untuk olahraga lain kayak Taufik Hidayat. Jadi, jelas gw nanya aja siapa yang ada di sana. Akhirnya, gw wawancara salah satu pelatih Bintang Muda Senayan, namanya Pak Eki. Bodohnya gw, udah wawancara baru inget gak dicatet atau direkam. Saat gw minta foto, eh malah narsis pelatihnya. "Mau saya duduk, berdiri atau main bola?" Biar hasil foto gw bagus yah main bola aja lah pak..hahaha. Setelah selesai, gw langsung catet apa aja yg tadi diomongin. Fiuhh..Satu selesai.

Pelatih Bintang Muda Senayan, Eki sedang men-juggling bola di Senayan, Minggu (25/11/2012).

Setelah dapet foto itu, akhirnya malah bokap 'n nyokap udah gak sabar buat liatin pameran. Akhirnya, gw pun pulang. Pas hari Senin, gw denger kalo si Eldo dapet foto sama Jokowi. WHAT?! JOKOWI?! Gw udah stress aja. Hiks... Eldo sama Niken punya rencana buat liat demo Kamisan, gw juga denger dari Gemmy kalo bakal ada sidang Angelina Sondakh hari Kamis. Gw pun yang kepo akhirnya pergi hari Kamis ke Tipikor.

Gw berangkat bareng ayahanda dan ternyata gw melihat kenyataan setiap hari ayah gw harus melawan kemacetan yg uju buneng parah di Jakarta. Gila banget, mau ke arah Tomang aja kalo gak punya jiwa santai bisa capek di jalan. Gw akhirnya ke arah Kuningan. Dalam perjalanan, Boni panggilan akrab om gw mulai nanya.

"Lo ngapain sih ke Tipikor?"
"Buat tugas lah, Bon"
"Mang siapa yg diadilin?" Masih kepo.
"Angelina Sondakh" Jawab gw singkat.
Boni mulai diem. "Lo boong yah?"
"Yeh, gak percaya." Boni masih aja gak percaya dengan apa yg gw bilang sampai akhirnya kita berdua udah bisa lihat gedung KPK dari jauh. Gw teriak saking senengnya kayak apaan aja.

Boni mulai liat sekeliling.
"Kok banyak polisi yah? Eh! Ada Metro Tv!" Katanya sambil nunjuk. Gw cuman diem aja. "Eh, ada Tv One!!" Mukanya bahagia banget kayak gak percaya gitu. Astaga, Bon...Huh...

Sampai di tipikor karena masih satu jalur dari KPK, gw langsung liat Rhima di lobi. Mukanya panik dan ternyata Angelina Sondakh baru aja naik lift setelah gw masuk. Gw pun langsung shock 'n langsung keluarin kamera. Ternyata pas sampai atas banyak banget coy wartawan! Hedeh... Gw juga liat Gemmy, dua Intan dan Sekar. Gw juga liat sosok cewek rambut lurus dan berkulit putih serta diserbu oleh para wartawan. Yap! Itu dia Angelina Sondakh. Gw pun langsung ikut"an buat foto.



Rasanya agak gak percaya juga sih bisa foto kayak gini..hahahah. Udah gtu, momen paling klimaks menurut gw adalah ketika gw dan Dita ke WC. WC tipikor bisa dibilang miris dan ironis. Jangan lampu remang" di kamar mandinya, tapi bener" gelap gulita. Tapi, namanya panggilan alam, Dita pun akhirnya harus nungguin gw di depan. Dita" gw denger Dita manggil gw.

"Zer..zer.."
"Knapa sih?"
"Lo dari tadi denger gw panggil u gak?"
"Gak, mang knapa?"
"Ntu, Angelina Sondakh ada di belakang gw"

Ternyata Mba Angie nungguin gw keluar dari WC, gw pun senyum ke dy, 'n dy bales senyum. Gw tetep stay cool, walaupun sebenernya dalem hati ada parade. Gw juga merasakan betapa kerasnya hidup wartawan untuk cari berita. Pas momen Nazaruddin dateng, sumpah...dy diserbu abis"an, dan gw...udah kayak ikan sarden kebawa arus. Yah, ampun.

Saat pengadilan di mulai, gue mulai tau cara kerja wartawan dengan cara menempelkan alat perekam di sound speaker buat pernyataan si narasumber. Ternyata begitu cara mereka bekerja. Gw inget banget Gemi bahkan sempet berantem sama salah satu wartawan tentang masalah posisi Gemi yang oke banget buat foto. Gak hanya sampe di situ aja, ge juga sempet mengabadikan sebuah demo dan akhirnya pulang bareng-bareng naik bis.

Walaupun capek banget, tapi ada pengalaman lebih yang gak mungkin semua orang punya. Well, memang udah seharusnya ada yang bisa gw ambil dari jurusan yang gw ambil sekarang.










Selasa, 12 Februari 2013